Pernahkah kita mendengar seseorang mengatakan bahwa hukum agama tidak relevan dengan zaman modern? Atau bahwa aturan buatan manusia lebih baik dan lebih cocok untuk mengatur kehidupan? Ucapan seperti ini terdengar biasa di telinga sebagian orang, padahal dampaknya sangat berbahaya bagi keimanan seseorang.
Dalam Islam, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menurunkan hukum-hukum yang sempurna untuk mengatur kehidupan manusia. Hukum-hukum ini bukan hanya sekadar aturan, tetapi merupakan bentuk kasih sayang Allah kepada hambanya. Namun, apa yang terjadi jika seseorang justru menganggap hukum Allah buruk, kejam, atau tidak cocok untuk manusia?
Artikel ini akan mengupas tuntas bahaya fatal dari sikap meremehkan dan menolak hukum Allah, serta membedakan antara berbagai tingkatan orang yang tidak menerapkan hukum-Nya.
Tiga Kategori Orang yang Tidak Berhukum dengan Hukum Allah
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an tentang orang-orang yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan-Nya. Mereka terbagi dalam tiga kategori berbeda, yaitu kafir, zalim, dan fasik. Namun, tidak semua orang yang tidak menerapkan hukum Allah langsung divonis kafir.
Kategori Zalim dan Fasik
Seseorang masih dikategorikan sebagai zalim dan fasik ketika ia memiliki kriteria berikut:
- Masih meyakini bahwa hukum Allah adalah hukum yang terbaik
- Mengakui bahwa hukum Allah wajib diterapkan
- Meyakini bahwa tidak boleh menerapkan hukum selain hukum Allah
- Namun dalam praktiknya, ia tidak menerapkan hukum Allah karena berbagai alasan
Orang dengan kategori ini masih dalam lingkup keimanan, meskipun ia melakukan dosa besar karena tidak menerapkan syariat Allah. Ia zalim terhadap dirinya sendiri dan fasik karena keluar dari ketaatan.
Kategori Kafir: Batas yang Fatal
Situasi menjadi sangat berbeda dan fatal ketika seseorang:
- Meyakini bahwa hukum Allah itu buruk, kejam, atau radikal
- Menganggap hukum Allah tidak baik bagi manusia
- Meyakini bahwa hukum buatan manusia lebih baik daripada hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala
Inilah batas yang fatal. Sikap seperti ini bisa mengakibatkan pelakunya terjerumus ke dalam kekufuran. Mengapa? Karena ia telah mendustakan Allah yang Maha Rahman dan Maha Rahim, seolah-olah Allah mensyariatkan sesuatu yang membahayakan manusia.
Apakah Mereka Terputus dari Rahmat Allah?
Pertanyaan yang muncul kemudian: apakah orang-orang yang sampai pada tingkat kekufuran ini terputus selamanya dari rahmat Allah?
Jawabannya adalah: Ya, jika mereka sampai mati dalam keadaan kafir, maka mereka terputus dari rahmat Allah. Namun, ada harapan besar selama mereka masih hidup.
Pintu Taubat Selalu Terbuka
Peringatan dan ancaman dalam Al-Qur’an sebenarnya ditujukan kepada mereka yang masih hidup. Selama nyawa masih ada, pintu taubat tetap terbuka lebar. Allah berfirman:
“Jangan kalian berputus asa dari rahmat Allah.”
Prinsip ini berlaku untuk semua orang, bahkan bagi mereka yang telah jatuh ke dalam kekufuran. Selama mereka belum sampai pada saat-saat menjelang kematian (ketika nyawa sudah sampai di tenggorokan), taubat mereka masih dapat diterima Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Syaratnya sederhana:
- Segera bertaubat dengan sungguh-sungguh
- Berhenti dari kekufuran
- Berhenti dari kezaliman
- Kembali kepada keimanan yang benar
Bukti Sejarah: Dari Musuh Islam Menjadi Pahlawan
Sejarah Islam mencatat banyak kisah inspiratif tentang orang-orang yang dulunya memusuhi Islam, bahkan memerangi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, namun akhirnya menjadi tokoh besar Islam.
Khalid bin Walid: Dari Panglima Musuh Menjadi Pedang Allah
Khalid bin Walid adalah contoh nyata. Dalam Perang Uhud, ia menjadi panglima pasukan musyrikin yang memerangi Rasulullah dan para sahabat. Namun, setelah masuk Islam, ia berubah total.
Khalid kemudian menjadi panglima dalam Perang Mu’tah dan berbagai peperangan Islam lainnya. Kepemimpinannya yang brilian membuatnya mendapat gelar kehormatan Saifullah al-Maslul (Pedang Allah yang Terhunus). Dari musuh Islam menjadi salah satu pahlawan terbesar dalam sejarah Islam.
Umar bin Khattab: Dari Pembenci Menjadi Amirul Mukminin
Kisah Sayyidina Umar bin Khattab juga tidak kalah menakjubkan. Beliau awalnya sangat memusuhi Rasulullah dan kaum muslimin. Bahkan, ia pernah berniat untuk membunuh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Namun, setelah hatinya terbuka dan masuk Islam, Umar menjadi salah satu sahabat terbesar. Ia menjadi khalifah kedua yang memimpin perluasan wilayah Islam dan menegakkan keadilan dengan sangat cemerlang.
Pelajaran penting: Selama masih ada nyawa, masih ada kesempatan untuk berubah. Bahkan orang yang paling keras memusuhi Islam pun bisa menjadi pahlawan jika mereka bertaubat dengan tulus.
Bertaubat Itu Sebenarnya Sangat Mudah
Banyak orang mengira bahwa bertaubat atau kembali ke jalan yang benar itu sulit. Padahal, sejatinya bertaubat jauh lebih mudah daripada hal-hal rumit yang bisa dilakukan manusia.
Gunakan Akal Sederhana
Coba renungkan pertanyaan sederhana ini:
“Jika saya mati, siapa yang bisa menolong saya?”
- Istri atau suami? Tidak bisa.
- Anak-anak? Tidak bisa.
- Pemimpin atau pejabat? Tidak bisa.
- Harta benda? Tidak bisa.
- Senjata atau kekuatan? Tidak bisa.
- Uang dan tabungan? Tidak bisa.
Tidak ada yang bisa menolong kecuali Allah yang menciptakan kita. Ini adalah pemikiran yang sangat sederhana, bahkan lebih sederhana daripada membuat pesawat terbang atau satelit.
Logika yang Tidak Bisa Dibantah
Manusia modern mampu menciptakan:
- Pesawat antariksa
- Satelit komunikasi
- Senjata dengan kecepatan melebihi kecepatan suara
- Teknologi canggih lainnya
Jika manusia mampu memikirkan dan membuat hal-hal secanggih itu, masa untuk berpikir sederhana tentang Tuhan tidak bisa? Ini sangat tidak masuk akal. Oleh karena itu, wajar jika mereka yang tetap mengingkari mendapatkan azab yang dahsyat.
Bahkan orang dengan pemikiran sederhana pun bisa sampai pada kesimpulan ini. Apalagi orang-orang yang memiliki kemampuan berpikir canggih. Tidak ada alasan untuk tidak kembali kepada Allah.
Khilafah: Contoh Kesederhanaan Berpikir
Salah satu contoh konkret adalah tentang penolakan terhadap sistem khilafah. Banyak orang menolak khilafah dengan berbagai alasan, padahal jika menggunakan akal sederhana, semua akan jelas.
Pertanyaan Logis tentang Khilafah
- Khilafah adalah kewajiban dari Allah. Ini fakta dalam Islam.
- Apakah mungkin Allah mewajibkan sesuatu yang buruk? Tentu tidak.
- Allah adalah Ar-Rahman Ar-Rahim (Maha Pengasih dan Maha Penyayang).
- Apakah mungkin Dzat Yang Maha Penyayang mensyariatkan sesuatu yang membahayakan manusia? Mustahil.
Dengan berpikir sederhana seperti ini, seseorang bisa sampai pada kesimpulan yang benar. Allah tidak mungkin mewajibkan sesuatu yang buruk bagi hambanya.
Kekuasaan Allah Tidak Terbatas
Jika masih ada keraguan, renungkan kekuasaan Allah:
- Kiamat yang dahsyat bisa terjadi atas kehendak-Nya
- Rumput yang mati bisa hidup kembali di musim hujan
- Gunung-gunung yang kokoh ditegakkan oleh-Nya
- Bumi yang luas dihamparkan untuk manusia
- Manusia diciptakan dari yang tidak ada menjadi ada
Jika Allah mampu melakukan semua itu, apakah menegakkan khilafah sulit bagi-Nya? Tentu tidak. Gunung saja bisa ditegakkan, bumi bisa dihamparkan, manusia bisa diciptakan—maka menegakkan sistem yang adil adalah sangat mudah bagi Allah.
Yang membuat rumit adalah pikiran manusia yang kusut karena tidak mau menggunakan akalnya dengan benar.
Pelajaran Penting yang Harus Diambil
Dari penjelasan di atas, ada beberapa pelajaran fundamental yang harus kita pahami dan renungkan:
1. Jangan Meremehkan Hukum Allah
Hukum Allah adalah hukum yang sempurna, yang diturunkan oleh Dzat Yang Maha Mengetahui segala sesuatu. Meremehkan atau menganggapnya buruk adalah sikap yang sangat berbahaya bagi keimanan.
2. Bedakan antara Zalim dan Kafir
Ada perbedaan besar antara orang yang tidak menerapkan hukum Allah karena kelemahan (zalim/fasik) dengan orang yang menolak dan menganggapnya buruk (kafir). Perbedaan ini ada pada keyakinan hati.
3. Pintu Taubat Selalu Terbuka
Tidak peduli sebesar apa dosa yang telah dilakukan, selama masih hidup, pintu taubat tetap terbuka. Jangan pernah berputus asa dari rahmat Allah.
4. Gunakan Akal dengan Benar
Allah memberikan akal kepada manusia untuk berpikir. Gunakan akal ini untuk merenungkan kebesaran Allah dan kebenaran ajaran-Nya, bukan untuk membangkang.
5. Sejarah Membuktikan
Banyak orang yang dulunya memusuhi Islam akhirnya menjadi tokoh besar. Ini membuktikan bahwa perubahan itu mungkin dan Allah Maha Pengampun.
Penutup
Menganggap hukum Allah buruk bagi manusia bukanlah perkara sepele. Ini adalah sikap yang bisa berakibat fatal hingga menyebabkan kekufuran. Sebagai umat Islam, kita harus meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Dzat Yang Maha Pengasih dan Maha Bijaksana. Tidak mungkin Dia mensyariatkan sesuatu yang buruk atau membahayakan bagi manusia.
Hukum Allah adalah rahmat, bukan ancaman. Syariat Islam adalah jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat, bukan belenggu yang membatasi. Jika ada yang menganggap sebaliknya, itu karena pemahaman yang keliru atau hati yang telah tertutup.
Selama masih ada kesempatan, selama nyawa masih dikandung badan, bertaubatlah. Kembalilah kepada Allah dengan sepenuh hati. Gunakan akal yang telah Allah berikan untuk merenungkan kebesaran-Nya dan kesempurnaan hukum-hukum-Nya. Jangan biarkan pikiran yang kusut menghalangi kita dari kebenaran yang sebenarnya sangat sederhana.
Wallahu a’lam bishawab.
Tinggalkan komentar